

Plaza Andrawina yang mengakomodasi restoran, amphiteatre, toilet dan Musholla ini memiliki view ke arah bawah berupa Prambanan berikut perkampungan penduduk di sekitarnya, Kota Jogjakarta, dan Merapi (kalo lagi nggak berkabut).




Teras Plaza dan Amphiteatre

Ratu Boko merupakan situs peninggalan Dinasti Syailendra sekitar abad 9M lalu, dengan Rakai Panangkaran sang pemrakarsa candi yang beragama Buddha. Bangunan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno ini merupakan sinkritisme kebudayaan Hindu-Buddha. Ditandai dengan adanya patung Lingga-Yoni, Arca Ganesha, serta lempengan emas bentuk pemujaan bertuliskan Om Rudra ya namah swaha (Rudra = nama lain Dewa Siwa). Hal ini berkenaan dengan banyaknya warga yang menganut agama Hindu pada masa itu.
Kompleks candi yang ditemukan pada tahun 1790 oleh van Boeckhlotz ini memiliki multifungsi, tidak hanya sebagai bangunan dengan fungsi ibadah. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya "Keputren" (tempat tinggal/ istana putri) dan "Paseban" (Ruang resepsi).Jalan perkerasan menuntun langkah tertarik dan ingin tahu ku
untuk menapaki tangga dengan Gerbang batu pada ujungnya. Memasuki teras/ tingkat pertama dari candi. Kebiasaan lari-lari naekin tangga bikin aku cepet megap-megap...Huu... Kebetulan sekali...ukuran badan lagi subur-suburnya... He..he..he... Tapi kesan pertama memang bener-bener menarik, karena jauh perbedaan dengan Borobudur cukup signifikan.. Secara....beberapa tahun di Jogja, candi yang didatengi ya baru dua itu lahh... Sok sibuk banget tuu kuliahnya. Itu juga ke Borobudur karena kuliah lapangan "Sejarah Arsitektur Nusantara". Ha...ha...ha... Peralatan kali itu Canon EOS 40D + lensa 75-300 mm beserta tripod Velbone yang paling murah, dengan Sony Pocket-ku yang sekarang udah pensiun itu. Gantian nenteng tripod denganmu, yang ternyata gak dipake itu, entahlah... Gak terbersit niat foto berdua, dampak dari kesadaran masing-masing agaknya yaa... Good..




Pelingkup Lampu Taman
Waktu yang dimiliki singkat, karena dengan cepatnya langit berubah mendung waktu kami mulai menapaki teras demi teras. Yaaa.... Udah pasti aku sebel banget... Sekali lagi cahaya jadi permasalahan klasik, salahnya nggak nyiapin batere rechargeable AA untuk blitz... ya siapa yang nyangka bakalan mendung di seputaran Sawung dan Sambirejo yang mewadahi komplek Ratu Boko itu. Jadi kesempatan menganalisa secara arsitektural itu candi ya nggak ada. Harap maklum... Nggak terlalu menguasai Arsitektur Hindu Buddha soalnya.... kalo udah gini... Baru ada sedikit penyesalan... Seandainya jaman kuliah Pak Ismu dulu ini otak bisa bener-bener fresh.. Hoo...Hoo... Klasik sekali.... : ) Penyesalan di akhir cerita...
Tata Ruang Ratu Boko berdasarkan 4 arah mata angin
Bagian Tengah
Terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, candi pembakaran, kolam, batu berumpak, dan paseban.
Bagian Tenggara
Meliputi Pendopo, balai-balai, tiga buah candi, kolam, komplek keputren, dan sebuah sumur bernama Amerta Mantana (air suci). Konon air ini memiliki khasiat membawa keberuntungan bagi pemakainya.
Bagian Timur
Terdiri dari kompleks gua, stuppa Buddha, dan kolam.
Bagian Barat
Terdapat perbukitan yang sangat menarik untuk dijadikan tempat beristirahat setelah lelah mengelilingi kawasan candi ini.
Tata Ruang Ratu Boko berdasarkan 3 buah tingkat/ teras yang dimilikinya
Teras Pertama
Entrance teras pertama merupakan gerbang besar terbuat dari batu. Di sebelah baratnya terdapat sebuah benteng atau Candi Batu Kapur (Temple of Limestone) dinamakan seperti ini karena memang terbuat dari Batu Kapur. Berjarak sekitar 45 m dari gerbang pertama.
Teras Kedua
Tembok andelit merupakan batas antara teras pertama dengan teras kedua. Gerbang pada teras ini memiliki 3 pintu, dengan pintu yang lebih besar diapit oleh 2 pintu yang lebih kecil pada sisi kanan-kirinya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar